kandaga.id – Direncanakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) jenjang SMA Negeri dan Swasta di Kabupaten Garut mulai Selasa, 18 Agustus 2020, dan rencana tersebut di sambut positif pihak sekolah. Pasalnya, pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, serta peserta didik sudah jenuh. Dan kalau dibiarkan terus menerus, akan banyak nilai-nilai positif yang hilang pada generasi bangsa.

Demikian disampaikan Kepala SMAN 1 Garut yang juga sebagai Ketua MKKS SMA Kabupaten Garut, Drs. Sumpena Permana Putra, SH., M.MPd., selain jenuh juga kasihan, mereka rindu belum pernah bertemu antara pendidik, tenaga kependidikan dengan peserta didik dan diantara mereka, terutama peserta didik baru (kelas X).

“Jadi dengan rencana dimulainya KBM tatap muka tanggal 18 Agustus 2020 itu sangat bagus, dan itu pun kalau sudah di verifikasi KCD serta sudah dinyatakan layak, maka laksanakan saja,” ujar Sumpena, diruang kerjanya, Selasa (11/08/2020).

Lanjut Sumpena, pihaknya menunggu dari KCD, dan KCD juga tidak hanya KCD saja, tetapi harus bekerjasama dengan gugus tugas tingkat kabupaten yang berhak menentukan layak dan tidak dilaksanakan KBM tatap muka. Selain itu, secara aturan harus ada persetujuan dari orang tua. Meskipun para orang tua berkeinginan dari bulan-bulan yang lalu, dan para orang tua mengatakan sudah jenuh dengan kondisi ini.

“Jenuh dan kasihan, jangankan anak orang lain, anak saya saja sampai tengkurep tiap hari dan minta kuota terus, karena untuk satu kali vicon itu menghabiskan 1 giga, dan itu sangat boros,” keluhnya.

Sementara itu, berdasarkan data yang di terima MKKS, seluruh SMA Negeri dan Swasta di Kabupaten Garut sudah menyatakan siap melaksanakan KBM secara tatap muka, dan sebagai persyaratannya sedang dilakukan verifikasi, dan bagi yang masih kurang bisa dilengkapi satu atau dua hari.

“Hanya mungkin yang perlu kita ketahui hasil verifikasi itu, katanya akan ada rapid test dan swab. Alangkah baiknya di verifikasi pihak KCD terlebih dahulu, sebelum rapid atau swab test di sekolah,” harap Sumpena, dan bagus kalau ada sekolah yang sudah melangkah sampai ke sana.

Terkait dengan rapid dan swab test ini, kata Ketua MKKS SMA belum ada kejelasan dari pihak KCD, apakah pihak sekolah harus mengeluarkan biaya atau tidak. Dan jika memang harus, pihaknya merasa keberatan dan itu harus diperhatikan oleh pemerintah.

“Pihak sekolah sudah menyatakan siap KBM tatap muka dan sudah siapa segalanya, tetapi kalau harus mengeluarkan biaya untuk rapid test dan swab, banyak pihak sekolah merasa keberatan,” ujanya.

Selain itu, ungkap Sumpena, yang jadi pertanyaan pihak sekolah tentang edaran, bahwa pendidik dan tenaga kependidikan yang usianya di atas 50 tahun harus dikesampingkan dulu.

“Kalau itu merupakan keharusan, kita bisa habis. Karena di sekolah itu rata-rata usianya di atas itu. Bahkan di SMAN 1 Garut juga banyak yang usia di atas itu,” ujar Sumpena, jika hal itu terjadi pihak sekolah harus memikirkan mengantisipasinya, berarti pembelajaran untuk mata pelajaran tertentu yang usianya masih muda, termasuk kepala sekolah yang mungkin sudah tua harus diam di rumah. (Jajang Sukmana)***