KANDAGA.ID – Rangkaian paturay tineung SDN 3 Margawati di Jl. Margawati Kp. Cilandak, Kelurahan Margawati, Kecamatan Garut Kota, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat ini memiliki tradisi yang sama yaitu mempersembahkan “tumpeng” ke sekolah sama seperti SDN 4 dan 5 Margawati.

Sejumlah 20 peserta didik kelas 6 di SDN 3 Margawati akan meninggalkan bangku sekolah dan melanjutkan pendidikannya ke jenjang berikutnya.

Orang tua peserta didik Ny. Titin (50) mengatakan, menyerahkan tumpeng ini sebagai tanda syukur dan ucapan terima kasih kepada sekolah yang telah mendidik dan memberi ilmu kepada Miming (13).

Ny. Titin (50)

“Alhamdulillah, hari ini Miming sudah selesai pendidikan di SDN 3 Margawati. Saya ucapkan beribu-ribu terima kasih kepada pihak sekolah yang telah mendidik Miming selama 6 tahun, yang sebentar lagi akan melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya,” ujarnya, usai menyerahkan rantang dan makanan lainnya kepada sekolah, Kamis (20/6/2019).

Menurut Ny. Titin, memberikan “tumpeng” yang sekarang jadi dibawa dengan rantang ini, sudah jadi tradisi turun-temurun di SDN 3 Margawati, di disini dengan sebagai tanda terima kasih kepada sekolah anak saya telah selesai di Sd untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya,” ujarnya.

“Isi rantang bervariasi, tergantung kemampunannya keluarga masing-masing,” singkatnya.

Sementara itu, Kepala SDN 3 Margawati, Nia, S.Pd.SD., membenarkan, memberikan tumpeng yang kini sudah bergeser dari tumpeng dan bakul, sekarang dalam bentuk rantang dan kantor kresek.

“Tiga sekolah disini sudah membudaya yang kental dengan budaya tradisi Sunda, seperti acara paturay tineung ini segala sesuatunya ditanggung oleh komite bersama orang tua peserta didik, dan kami pihak sekolah hanya memfasilitasi tempat dan waktu saja,” ujarnya.

Menurut Nia, rangkaian acara paturay tineung di kemas dengan tradisi dengan diiringi alunan budaya Sunda mulai dari penjemputan seperti pengantin oleh lengser dengan tarian Sunda, sungkeman dan lain sebagainya.

“Alhamdulillah, disini masih kokoh dengan tradisi dan budaya Sunda. Mudah-mudahan semua masyarakat dan anak didik kita bisa menjaga dan mempertahankannya,” harapnya.

Dirinya khawatir telah terjadi pergeseran tradisi budaya ini, sebab menurut Nia, para pendulu tradisi membawa tumpeng itu asli berbentuk tumpeng “congcot” dengan “nyiru” sambil membawa “boboko”, sekarang bergeser menggunakan rantang dan kresek.

“Mudah-mudahan kedepan, masyarakat bisa menjaga dan melestariannya, hanya saja di sekolah yang pimpinnya belum memiliki peralatan seni Sunda,” pungkasnya. (Jajang Sukmana)***