KANDAGA.ID – Guna menambah wawasan, memperluas keilmuan dan memupuk keprofesionalan yang sekaligus bersilaturahim antar sesama pendidik dan tenaga kependidikan jenjang usia dini di Kecamatan Garut Kota.

Pengembangan Keprofesian Guru (PKG) bersama Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI) dan Ikatan Guru Taman Kanak Indonesia (IGTKI) menyelenggarakan Pembinaan Peningkatan Kapasitas Pendidik dan Tenaga Kependidikan selama 3 hari, Senin-Rabu (10-12/12/2018) di Gedung PGRI Kabupaten Garut, Jl. Pasundan No.41, Kelurahan Kota Kulon, Kecamatan Garut Kota, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat.

Sekretaris Gugus Kecamatan Garut, Bunda Ertin Rusyatin, S.Pd.SD., mengatakan, kegiatan diikuti sejumlah 30 Kelompok Bermain (Kober), dan 27 Taman Kanak-Kanak (TK), dari 3 lembaga yang dibuka oleh Koordinator Wilayah (Korwil) Pendidikan Kecamatan Garut Kota, Drs. H. Engkus, SH., M.SI.

“Kegiatan ini bersifat umum untuk meningkan mutu kapasitas pendidik dan tenaga kependidikan di Gugus Kecamatan Garut Kota, biar tambah wawasan, semakin luas ilmunya, professional makin terpupuk, yang intinya kita saling bersilaturahim,” ujarnya di sela jam istirahat, Senin (10/12/2018).

Bunda Ertin menambahkan, dari kegiatan ini kapasitas pendidik dan tenaga kependidikan semakin meningkat dan memahami rambu-rambu yang sudah digariskan yaitu Permendikbud No. 146 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 PAUD Pendidikan Anak Usia Dini dan Permendikbud No. 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional PAUD.

“Ada enam aspek perkembangan anak usia dini yaitu, nilai agama dan moral, fisik-motorik kognitif, bahasa, sosial-emosional, dan seni,” jelasnya.

Menurutnya, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan pendidikan yang paling fundamental bertujuan untuk mendorong perkembangan peserta didik secara optimal sehingga memberi dasar sebagai pribadi yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif.

“Belajar melalui bermain adalah kegiatan belajar anak yang dilakukan melalui suasana dan aneka kegiatan bermain,” ujarnya.

Bunda Ertin mengatakan, pendidikan pada usia dini, tidak boleh mengajarkan baca tulis berhitung (calistung) karena tidak sesuai dengan usia perkembangan tingkat kemantagan anak.

“Jelas itu menyalahi aturan, tapi harus mengemasnya dengan metoda yang lain, sehingga anak tidak merasa sedang belajar calistung, nggak apa-apa, selama tidak mengganggu koridor sebagai usia perkembangan anak,” jelasnya.

Menurut Bunda Ertin, intinya guru sebagai pendidik tahu metode apa yang harus diberikan kepada siswa, sehingga siswa tidak merasa sedang belajar, kalau dia enjoy kita oke-oke aja.

“Kurikulum itu di kemas, buat di sekolah sebagai batas minimal, ketika sekolah itu pandai mengembangkannya lagi, misalkan anak sudah mengenal angka satu, sudah tahu lambang segala macam, dan anaknya mau, oke-oke saja,” ujarnya.

Tapi ingat, ujar Bunda Ertin, ke anak tidak dikatakan sebagai PR, tapi sebagai latihan saja. Jadi anak nggak merasa ada PR, dan itu kalau anak sudah berkembang, sesuai dengan kurikulum yang berlaku itu.

“Kalau anaknya belum bisa apa-apa jangan dipaksakan, karena yang mengejarkan itu, paling-paling ibu-bapaknya atau kakaknya, itu yang dilarang,” jelasnya.

Selain itu, menurut Bunda Ertin, impelentasi Permendikbud No. 146 dan Permendikbud No. 137 Tahun 2014 pasti tiap lembaga berbeda-beda tergantung kapasitas sekolah masing-masing.

“Jadi kalau satu lembaga ada sedikit perbedaan, kita kan dari Dinas Dirjen Paudni itu tidak harus ini, harus ini, tidak, silahkan itu untuk pengelolaan, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) terserah sekolah masing-masing dengan mengacu rambu-rambu yang sudah digariskan,” pungkasnya.

Hal senada dikatakan Hetty Purwati S., S.Pd., M.M., payung hukum implementasi pendidikan anak usia dini mengacu pada Permendikbud No. 146 Tahun 2014 dam No. 137 Tahun 2014.

“Dalam aturan tersebut sudah jelas dan tegas bahwa proses kegiatan belajar mengajar pada anak usia dini itu harus sehat, cerdas, dan ceria. Bukan membebani anak,” pungkasnya. (Jajang Sukmana)***