albalad.com

“Mimpi berawal dari seorang guru yang mempercayaimu, yang menarik, mendorong, membawamu ke dataran tinggi, kadang ia menusukmu dengan tombak tajam bernama, “Kebenaran” (Dan Rather)

Siapapun tak ada yang bisa memungkiri, peran guru begitu sentral dalam kehidupan. Sekecil apapun perubahan yang tercipta di dalamnya tak lepas dari sentuhan para guru.Seorang bijak bahkan mengatakan di dunia ini hanya ada dua pekerjaan yaitu guru dan bukan guru.

Profesi ini memang begitu mulia karena pekerjaan seorang guru sesungguhnya adalah upaya tanpa henti untuk memanusiakan manusia agar jadi manusia. Dalam pekerjaannya, seperti apa yang dikatakan Dan Rather, seorang guru akan bekerja sepenuh hati untuk mewujudkan mimpi murid-muridnya.

Karena pekerjaan ini tidak hanya menyentuh sisi intelektual, seringkali para guru harus menyelami sisi emosional muridnya. Pada situasi ini tak jarang sering ada ketidasepahaman antara guru dan muridnya.

albalad.com
albalad.com

Sayangnya sebagian kecil orangtua dan murid seringkali meresponnya dengan cara yang tidak tepat. Akibatnya hampir dari seluruh penjuru negeri kita dengar berita guru yang dianiaya, dilaporkan ke polisi hingga dihadapkan ke meja hijau dengan status terdakwa. Kini semuanya seolah terbalik, kalau dulu begitu banyak berita tentang kekerasan guru terhadap muridnya, sekarang giliran guru yang jadi bulan-bulanan.

Menyikapi fenomena ini akhirnya masyarakat menjadi terbelah, banyak yang bersimpati kepada guru atas nasib yang dialaminya, tapi ada juga yang berkilah, kalau guru tidak salah dan keterlaluan dalam memberikan hukuman dan teguran semua tindakan memalukan ini tidak akan terjadi. Membiarkan masyarakat saling berhadapan dan mempersepsikan semua kejadian dengan caranya sendiri tidaklah bijak, harus segera diambil langkah-langkah serius agar kejadian seperti ini tidak terus terulang. Satu-satunya cara yang harus dilakukan semua pihak harus turun tangan dan kembali menempatkan tugas dan fungsi guru beserta semua tindakan penyertanya secara proposional. Kalau ini terus dibiarkan begitu saja, kita tinggal menunggu waktu generasi muda kita akan menjadi manusia yang cengeng, sensitif bahkan arogan. Mungkin satu hari kita akan menemukan sikap”Sabodo Teuing” dari para guru atas semua yang terjadi dengan siswanya.

Mereka akan memilih membiarkan siswanya melakukan apapun daripada harus menerima resiko sebagai orang terhukum. Dengan kata lain, tidak akan ada asap kalau tidak ada api. Kita harus sepenuhnya percaya kalau seorang guru sudah memberikan hukuman berat berarti semua tahapan edukatif untuk mengingatkan, menegur dan memberi sanksi atas kesalahan siswanya dipastikan sudah terlewati.

Ada beberapa langkah yang bisa disepakati agar semua “mal praktek” pendidikan ini bisa segera diakhiri. Pertama, semua peraturan perundang-undangan tentang guru beserta turunannya harus dilaksanakan secara konsisten. Kedua, sekolah (guru) dan orangtua harus membuat kontrak belajar yang di dalamnya berisi batasan-batasan dalam bersikap, sehingga kedua belah pihak akan tahu mana yang seharusnya dilakukan dan mana yang seharusnya dihindari.

Ketiga, pengajaran moral dan budi pekerti harus menjadi ruh dalam proses pendidikan sehingga pada akhirnya kita akan bangga dengan anak-anak kita karena moralitasnya tetap terjaga. Keempat, harus ada upaya nyata untuk membentuk karakter siswa agar mereka menjadi manusia yang bertanggung jawab, memiliki empati dan tidak mudah menyerah dalam menjalani kehidupan.

Cukup sudah! Sebagai bangsa yang beradab tidak sepantasnya guru diperlakukan semena-mena. Sebagai profesional guru juga tidak akan elok rasanya kalau memperlakukan siswa tidak manusiawi, kekerasan fisik dalam proses pendidikan harus segera ditinggalkan karena hanya akan menimbulkan dendam.

Pekerjaan berat pendidikan terus bertambah, kalau kita hanya “ngagugulung” masalah seperti ini, jangan harap Indonesia bisa bersaing dengan bangsa-bangsa lainnya di dunia. Mulai sekarang hormati gurumu, jangan pernah membuatnya malu apalagi memberinya palu. Kalaupun satu waktu ada guru yang khilaf atas nama rasa sayang beri dia waktu untuk memperbaiki kesalahannya.