Demo guru honorer diKabupaten Garut

Nasib guru honorer semakin tak jelas setelah pemerintah mengeluarkan berbagai aturan yang dinilai kurang berpihak. Setelah digulirkan wacana penghapusan status guru honorer, kini disusul aturan penghonoran guru honorer yang dialokasikan dari Biaya Operasional Sekolah (BOS).

Rencanya pemerintah akan menghapus tenaga honorer di pemerintahan. Para honorer yang masih ada akan didorong untuk jadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Komisi II DPR, Kementerian PAN-RB, dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) sepakat untuk secara bertahap menghapuskan jenis-jenis pegawai seperti tenaga honorer. Kesepakatan tersebut hasil dari Rapat Komisi II di Gedung DPR RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (20/1/2020).

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arif Wibowo mengatakan bahwa perlu dipastikan tidak ada lagi pegawai-pegawai yang jenisnya di luar undang-undang. Undang-undang yang dimaksud adalah UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Menurut UU tersebut, hanya ada dua jenis status kepegawaian secara nasional, yaitu PNS dan PPPK.  “Untuk tenaga kesehatan, pendidikan, dan penyuluhan yang non-ASN, pemerintah sudah setuju akan masuk ke skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) karena usia mereka sudah di atas 35 tahun, kami akan segera menyusun ini,” ungkap pihak Kemenpan-RB. Menurut Kemenpan-RB, skema tersebut ditujukan khususnya bagi yang bekerja di lembaga non-struktural.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPanRB) Tjahyo Kumolo mengatakan pemerintah sudah mulai melakukan penjaringan tenaga honorer untuk mengikuti test ulang PNS. “Pemerintah sudah mulai 2018, melakukan penyaringan termasuk tes ulang kembali mana-mana yang bisa memenuhi standar,” ucapnya saat melakukan peluncuran Mall Pelayanan Publik (MPP) di Batang, Kamis (23/1/2020).

Ia berharap semua tenaga honorer bisa melanjutkan pekerjaannya di pemerintahan dengan status yang baru. Tjahyo tak ingin ada honorer yang dikecualikan karena satu dan dua hal. “Jangan sampai karena usia (disingkirkan), kita juga memperhatikan. Kita sudah komunikasikan,” jelasnya.

Sementara itu, terkait banyaknya tenaga guru honorer yang ada di pelosok daerah, Tjahyo Kumolo, mengatakan masih akan mencari jalan terbaik. “Sudah membuat pentahapan-pentahapan untuk mempercepat proses (PNS). Yang ngangkat itu kan Pemda, yang gaji pusat. Kebutuhan guru, kebutuhan kesehatan banyak yang ngangkat honorer, mulai diangkat. Yang usianya kepepet tarik jalan terbaik,” jelas Tjahyo.

Tjahyo pun mengimbau semua kepala daerah untuk tidak menerima lagi tenaga kerja honorer. “Sudah tidak lagi angkat kerja honorer, kecuali ada anggaran (Pemda). Jangan sampai membebani anggaran pusat. Ke depan akan bisa tertata rapi dalam upaya untuk membangun sebuah sistem,” ujarnya.

Kementerian PAN RB, kata Tjahyo, telah melakukan koordinasi dengan Menteri Diknas terkait banyaknya tenaga kerja honorer di daerah. “Ke depan kita persiapkan 10 guru, 10 tenaga kesehatan, 10 penyuluh pertanian, 10 peternakan ada juga 10 penyuluh pengairan. Kalau satu desa ada pegawai negeri yang meliputi ketiga itu, ini yang kita persiapkan. Kebutuhannya berapa,” ucap Tjahyo.

Lalu bagaimana dengan para honorer yang pada akhirnya nanti tidak akan bekerja lagi di pemerintah? Apakah ada pesangon? “Pesangon, tidak. Nah itu bukan (urusan) saya. Menteri Keuangan (Sri Mulyani Indrawati,” katanya sambil tersenyum.

Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim membantah kebijakan pengelolaan dan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), khususnya pembayaran gaji guru honorer hingga 50 persen, bertentangan dengan kebijakan penghapusan tenaga honorer dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).

Ia menilai ada kesalahan persepsi di tengah masyarakat tentang penghapusan tenaga honorer yang akan dilakukan oleh pemerintah.  “Kalau saya enggak salah, yang penghapusan honorer itu seperti yang Menpan-RB katakan di pemerintah pusat, bukan di sekolah,” kata Nadiem dalam acara “Bincang Sore” dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Rabu (12/2/2020).

Menurut dia, tidak ada penghapusan guru honorer di Indonesia, khususnya di daerah. Nadiem mengatakan, jumlah guru honorer di Indonesia cukup besar.  “Mereka (guru honorer) banyak yang mengabdi luar biasa. Jadi sebenarnya tidak bertentangan,” kata Nadiem.

Ia menyebutkan, seperti yang dikatakan Menteri PAN-RB Tjahjo Kumolo, penghapusan tenaga honorer hanya dilakukan di tingkat pusat, bukan tenaga honorer seperti guru di tingkat daerah.

Guru honorer, lanjut Nadiem, merupakan kewenangan kepala sekolah selaku pihak yang mengangkat dan diawasi langsung oleh Dinas Pendidikan sehingga tak ada penghapusan tenaga honorer seperti guru. Tim Kandaga