Demo guru honorer diKabupaten Garut
Demo guru honorer diKabupaten Garut

NASIB guru yang kerap disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa masih sangat memprihatinkan. Khususnya guru honorer, mereka harus mengabdikan diri dengan sepenuh jiwa dan raganya. Padahal jika dilihat dari kesejahteraan yang diterimanya jauh dari kata cukup.

Oleh sebab itu, aksi unjukrasa demi menuntut peningkatan kesejahteraan dan keadilan kerap mereka lakukan. Tujuannya mereka hanya menuntut keadilan. Mereka menilai, kesejahteraan yang didapat guru yang telah menyandang predikat aparatur sipil negara (ASN) dengan guru honorer sangat jomplang. Padahal jika dilihat dari segi kinerja loyalitas dan dedikasi guru honorer jauh lebih baik.

Melihat ketidakadilan itu, jutaan guru honorer di berbagai penjuru negeri menggelar aksi unjukrasa memperjuangkan nasib mereka. Di Kabupaten Garut, sebanyak 10 ribu guru honorer dari 42 kecamatan di Kabupaten Garut menggelar aksi demontrasi bertajuk jihad guru. Selain menuntut pengangkatan menjadi aparatur sipil negara (ASN), terdapat tiga tuntutan lain yang disampaikan dalam aksi tersebut.

Sejak pagi hari, guru honorer memadati kawasan Pemkab Garut. Mulai dari Jalan Otista, Jalan Terusan Pembangunan, Jalan Patriot, dan Jalan Pembangunan. Aksi jihad guru tersebut diawali dari tersinggungnya guru honorer oleh pernyataan mantan Plt Kadisdik Garut, Jajat Darajat yang mengatakan guru honorer ilegal.

Empat tuntutan guru honorer yaitu pencopotan Plt Kadisdik yang sudah dikabulkan Bupati pada Senin (17/9), penerbitan surat keputusan (SK) penugasan dari Bupati, revisi Permenpan nomor 36 dan 37 soal batasan usia calon ASN, dan revisi UU ASN.

Ribuan peserta aksi jihad guru terus berdatangan dari berbagai penjuru. Diperkirakan lebih dari sepuluh ribu guru yang ikut menggelar aksi protes terhadap pernyataan mantan Plt Kadisdik Jajat Darajat yang menyebut guru honorer ilegal dan memperjuangkan nasib mereka.

Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun “Kandaga” aksi unjukrasa yang mereka namakan “Jihad Guru” tersebut dihadiri oleh 10 ribu lebih guru. Mereka berdatangan dari tiap kecamatan yang jumlahnya mencapai ratusan bahkan ada yang ribuan.

Salah seorang peserta aksi jihad guru yang datang dari Kecamatan Talegong, Yani (32), mengaku berangkat dari rumahnya sekira pukul 02.00 WIB. Ia beserta ratusan temannya berangkat menggunakan angkutan umum elf. “Sengaja berangkat sejak dini hari agar bisa bersama-sama bergabung dalam aksi jihad guru,” aku Yani saat dihubungi “Kandaga”, Selasa (18/9/18).

Yani mengaku terketuk hati untuk mengikuti aksi karena merasa profesinya sebagai guru honorer dilecehkan oleh pernyataan mantan Plt Kadisdik yang menyebut guru honorer ilegal. Selain itu dirinya perlu memperjuangkan nasib sesama guru honorer yang selama ini diperlakukan tidak adil. “Terus terang saja pernyataan itu menyakiti ribuan guru honorer yang telah berjuang mencerdaskan anak bangsa meski hanya diberi upah alakadarnya. Seharusnya seorang pemimpin itu mengayomi agar para guru honorer yang belum mendapat giliran diangkat menjadi ASN bisa terus bekerja dengan baik,” ucapnya.

Ia berharap dengan digelarnya aksi unjukrasa ini, sanksi tegas bisa diberikan kepada mantan Plt Kadisdik. Selain itu, tuntutan agar guru honorer mendapatkan SK bupati pun bisa terealisasi.

Guru honorer lainnya, berasal dari Malangbong, Totoh A Fathah (39), menandaskan ribuan guru honorer akan mengepung Pemkab Garut dalam aksi jihad guru. Menurutnya aksi tersebut merupakan bentuk solideritas sesama guru yang merasa tersakiti. “Peserta aksi jihad guru bukan hanya guru honorer tapi PNS pun ada. Pada intinya semua guru merasa tersakiti oleh ucapan yang dilontarkan mantan Plt Kadisdik Jajat Darajat,” kata dia.

Ketua Forum Aliansi Guru dan Karyawan (FAGAR) Kabupaten Garut, Cecep Kurniadi, menyebut aksi yang dilakukan guru honorer di Garut akan diikuti oleh daerah lain di Jawa Barat. Bahkan aksi mogok mengajar juga sudah dilakukan Provinsi Jawa Timur. “Aksi di Garut ini menjadi awal bagi aksi-aksi di daerah lain. Hari ini di Tasikmalaya dan Sukabumi juga mogok mengajar. Karawang juga sama,” ujar Cecep di Gedung DPRD Garut, Selas (18/9).

Cecep yang juga menjabat Ketua Forum Guru Honorer Kategori Dua Jawa Barat sudah mengintruksikan ke setiap daerah untuk menggelar aksi serupa. Terurama untuk menolak Permenpan dan percepatan UU ASN. “Aksi ini juga akan terus terjadi di seluruh Indonesia. Semua guru honorer menolak pembatasan usia menjadi ASN. Aksi ini juga intruksi dari ketua honorer pusat,” katanya.

Menurut Cecep, nasib guru honorer di Indonesia masih belum jelas. Kesejahteraan guru honorer tidak diperhatikan pemerintah. Bahkan upah yang didapat pun tak sesuai dengan upah minimun kabupaten/kota (UMK). “Rata-rata guru honorer hanya dapat upah Rp 200 ribu sampai Rp 500 ribu per bulan. UMK Garut saja saat ini sudah lebih dari Rp 1,5 juta,” katanya.

Pemerintah pusat dan daerah, lanjutnya, harus bisa memperhatikan guru honorer yang sudah puluhan tahun mengabdi. Jika pengangkatan ASN dibatasi di bawah 35 tahun, tentunya akan mengecewakan semua honorer.

Terkait tuntutan guru honorer di Kabupaten Garut terkait surat keputusan (SK) penugasan dari Bupati, Cecep menyebut semuanya masih belum selesai. Pasalnya SK yang dikeluarkan belum tentu berlaku. “SK penugasan dari Disdik itu harus ada kepastian. Kami minta dikomunikasikan dulu dengan pihak Kemendikbud. Jangan sampai dibuat, tapi tidak berlaku,” ucapnya.

Keberadaan SK, tuturnya, sangat dibutuhkan untuk pemberkasan, sertifikasi, dan pencairan sertifikasi. Hingga kini, masih belum jelas siapa yang akan menandatangani. “Hari ini belum bisa sebut siapa yang akan tanda tangan. Yang jelas Bupati ada kesiapan ketika harus koordinasi dengan Kemendikbud. Kalau tak bisa oleh Disdik harus sama Bupati. Jika tak ada akan gelar aksi lagi,” ujarnya.

Sementara itu, Bupati Garut, Rudy Gunawan mengatakan, semua tuntutan para guru sudah terakomodir. SK akan diterbitkan oleh Kepala Dinas Pendidikan Garut. Sementara Plt Kadisdik Jajat Darajat telah diberhentikan kemarin. “Semuanya sudah klir. Keinginan para guru sudah terakomodir,” kata Rudy, di Gedung DPRD, Selasa (18/9/18).

Saat ditanya keabsahan terkait SK yang akan dikeluarkan oleh Disdik, bupati menandaskan sudah ada aturan baru yang membolehkan Disdik membuat SK untuk guru honorer. “Bisa itu, ada aturan baru dari Sekjen Kementrian Pendidikan RI. Cukup oleh SK itu,” kata Rudy.

SK itu juga, bisa berlaku untuk sertifikasi dan penganggaran gaji dari dana Biaya Operasional Sekolah (BOS). Menurutnya, SK itu juga sekaligus menampik tudingan guru honorer itu ilegal. Selain itu, Bupati akan mengirim surat ke Ombudsman supaya mendampingi. Jika Ombudsman membolehkan bupati mengeluarkan SK maka dirinya berani mengeluarkan SK bupati.

Bupati mengaku tak berani langsung mengeluarkan SK karena konsekwensinya berkaitan dengan anggaran. Menurutnya kalau SK bupati dikeluarkan Pemkab Garut harus menganggarkan dari APBD sebesar 300 miliar. (Farhan SN)***