Bupati dan Wakil Bupati Garut bersama para ulama setelah Peringatan Hari Santri Nasional
Hari Santri Nasional (net)

Diperkirakan lebih dari 10 ribu orang santri dari 42 kecamatan se Kabupaten Garut turut serta dalam peringatan Hari Santri Nasional 2016. Prosesi peringhatan Hari Santri Nasional tingkat Kabupaten ini dintadai dengan upacara pengibaran bendera merah putih di Alun-alun Garut.

Hari Santri Nasional (HSN) secara resmi telah ditetapkan oleh pemerintah melalui Kepres nomor 22 tahun 2015. Hari Santri Nasional tahun ini (2018) merupakan tahun ke III diperingati secara nasional. Panitia HSN 2018 untuk tingkat Kabupaten Garut digelar di Alun-alun Garut atau kompleks Masjid Agung Garut.

Dalama acara ini, Bupati Garut, Rudy Gunawan didampingi Wabup, Helmi Budiman turut hadir bersama beberapa tokoh Kabupaten Garut lainnya, termasuk tokoh pendidikan dan akademisi.

Bupati dan Wakil Bupati Garut bersama para ulama setelah Peringatan Hari Santri Nasional

Ketua PCNU Garut, KH. Rd Amin Muhidin membeberkan sejarah hari santri nasional, yang jatuh tanggal 22 Oktober (1945).  Dikisahkannya, sejarah para ulama dan santri telah mewakafkan hidupnya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan mewujudkan cita-cita kemerdekaan sebagai pintu gerbang terbentuk masyarakat yang adil dan makmur.

Para santri saat itu berjuang dengan seluruh elemen bangsa melawan penjajah, menyusun kekuatan di daerah, mengatur strategi mengajarkan tentang arti strategi kemerdekaan, kedaulatan dan kebhinekaan bangsa Indonesia. “Hari ini, 71 tahun yang lalu, bangsa Indonesia mengalami situasi yang pelik dan hampir saja tidak bisa melepaskan diri dari penjajahan,” ungkapnya.

Amin menjelaskan, meletusnya pertempuran tanggal 26 Oktober hingga 9 November 1945 di Surabaya antara rakyat sipil dan tentara sekutu NICA. Peristiwa ini pemicu utamanya adalah “fatwa resolusi jihad” yang dikeluarkan pada tanggal 22 Oktober 1945, oleh para ulama dibawah komando KH. Muhammad Hasyim Asy’ary.

“Resolusi jihad adalah perintah lurus dari alim ulama kepada umat Islam di sekitar pulau Jawa, dimana hukumnya adalah wajib membela tanah air. Kewajiban tersebut artinya adalah perintah untuk melawan tentara sekutu (NICA).” Ungkapnya.

Dijelaskannya, fakta sejarah perlawanan terhadap NICA yang berujung pada pertempuran  sengit inilah yang kemudian dikenal sebagai hari pahlawan 10 November 1945. Ketika itu ulama-ulama dari Jawa dan Madura berkumpul di Surabaya, dipimpin langsung oleh KH. Muhammad Hasyim Asy’ary dan diikuti oleh tokoh-tokoh ulama antara lain, KH, Ahmad Dahlan, KH. Abdul Wahab Hasbullah, KH. Bisri Syansuri, KH. Ahmad Hasan, Kiai Mas Abdurrahman, KH. Abdul Halim dan tokoh-tokoh lainnya.

“Ketika itu, kaum santri berhasil merobek bendera Merah Putih Biru yang diganti dengan bendera Merah Putih di atas Hotel Oranje Surabaya. Dan berhasil merebut kembali keadaan kemerdekan dengan kalahnya pasukan NICA. Lebih dari 20.000 santri yang gugur dari peristiwa tersebut,” kisahnya.

Amin juga mengamanatkan, agar santri hari ini tetap bisa turut andil dalam pembangunan bangsa, menjadi santri yang tidak hanya duduk diam mempelajari kitab. Santri harus bisa menjadi perubah bangsa ke arah yang lebih baik.

Sementara Bupati Garut dalam menyampaikan, selama ini, Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT) telah berperan menjadikan anak bangsa berpaham moderat dan toleran juga komitmen pada NKRI. Karakter dan moralitas anak-anak usia sekolah dasar hingga menengah atas, diperkuat hingga tumbuh menjadi pribadi muslim yang tangguh.

“Oleh sebab itu, pemerintah sadar betul eksistensi santri dan ulama sangat dibutuhkan demi tegaknya NKRI,” kata dia. nFarhan SN