Calon Bupati Garut, Dedi Hasan Bahtiar

Dedi Hasan Bahtiar (40) adalah politisi yang dikenal santun dan agamis. Sikap seperti ini sangat melekat padanya karena sejak kecil, ia dibesarkan di lingkungan pesantren,  bahkan Dedi kecil bercita-cita jadi ustadz, seperti  ayahandanya yang pernah menjadi pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Tampilnya Dedi di panggung politik terilhami dari Gerakan Reformasi pada Tahun 1997/1998, di mana masyarakat menginginkan terselenggaranya pemerintahan yang bersih dan berwibawa, dengan menghapus praktek Korupsi. Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Saat pergolakan reformasi  Dedi masih menjadi mahasiswa yang aktif dalam  Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). “Melihat situasi yang terjadi saat itu, saya  mulai berfikir untuk terjun di politik praktis agar bisa turut serta mengabulkan harapan masyarakat tersebut,” kenangnya

Maka Pada Tahun 2000, Dedi Hasan Bahtiar (DHB) bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan menjadi Ketua Pimpinan Anak Cabang (PAC) PDIP Kecamatan Tarogong Kaler. Karena kesibukannya di partai politik, terpaksa cuti kuliah dari Jurusan Ilmu Manjemen Uniga. Pada Tahun 2004, DHB mendapat perintah partai untuk maju dalam pencalonan kursi legislatif di DPRD Garut, dan terpilih dari Dapil 3, hingga dua periode.

Salah satu kegiatan Dedi Hasan Bahtiar (tengah) sebagai anggota DPRD Provinsi Jawa Barat

Besarnya kepercayaan dari masyarakat, Ia pun terpilih menjadi Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat pada Pemilu Legislatif Tahun 2013 dari Dapil  Jabar XI yang meliputi Kabupaten Garut, Kabupaten/Kota Tasikmalaya. “Alhamdulillah saya mendapatkan kepercayaan dari masyarakat, dan atas takdir Alloh SWT saya menjadi wakil rakyat di  tingkat provinsi,” tutur Dedi.

Dedi yang kini tengah kuliah S2 di Jurusan Ilmu Pemerintahan Unpad Bandung, mengaku mendapatkan dukungan masyarakat dan restu keluarga, serta berbekal ilmu pemerintahan baik secara akademik, maupun pengalamannya selama menjadi anggota DPRD Kabupaten Garut. Kini DHB tengah berfikir untuk maju di Pilkada Kabupaten Garut.

Kalaupun pada akhirnya maju dalam pencalonna Bupati/ Wakil Bupati Garut, lanjut DHB, itu semata-mata  karena ingin mengabdi kepada masyarakat.” Dengan ilmu yang saya dapatkan dari bangku kuliah dan pengalaman di legislatif selama 13 tahun, dan jika partai pun menugaskan saya untuk maju sebagai calon, saya siap mengabdi untuk masyarakat Garut,” ujarnya.

Pria asli Garut, yang telah dikaruniai tiga anak itu, berpandangan, untuk bisa menjalankan roda pemerintahan yang baik dan memajukan  daerahnya. Maka bupati terpilih harus bekerja sama dengan mitra kerjanya, terutama dengan legislatif. Dalam hal ini katanya, harus ada kesaman persefsi, kesamaan tujuan dan kesamaan perencanaan untuk dilaksanakan secara bersama-sama.

Disamping itu, tambah pria yang pernah kuliah di Sekolah Tinggi Pertanian Gilang Kencana ini, pemerintah harus membuka ruang komunikasi dengan berbagai stakeholder untuk kepentingan Garut ke depan. ” Pemerintah, baik eksekutif dan legislatif harus rajin bersilaturahmi dan mendengarkan masukan dari para ulama, tokoh masyarakat, dari kalangan pers, LSM, dan unsur lainnya dalam rangka melaksanakan program pemerintah,” katanya.

Terkait Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Garut yang masih rendah, dibanding rata-rata Jawa Barat. Menurutnya IPM bidang Pendidikan dan kesehatan, harus ditunjang dengan infrastruktur yang memadai. Oleh karenanya, Ia bersama anggota DPRD Jawa Barat lainnya, selalu berupaya menggiring anggaran yang cukup besar untuk ketersediaan sarana kesehatan dan pendidikan.” Untuk kesehatan, kita tengah mendorong pemerintah untuk membangun  lagi rumah sakit yang sama, karena Rumah Sakit dr. Slamet selalu overload. Dengan alih pengelolaan Rumah Sakit Pemeungpeuk oleh Pemprov, tentunya Garut cukup terbantu karena fasilitasnya terus ditingkatkan. Selain fasilitas kesehatan yang harus memadai di tiap derah, SDM nya juga harus ditambah, dengan mutunya yang lebih baik,” ucapnya.

Demikian pula untuk bidang IPM bidang pendidikan, menurutnya, selain harus ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai. SDM nya pun harus sebanding.” Sekarang ini kan masih banyak sekolah di Garut yang kekurangan guru, terlebih di daerah terpencil. Saya pikir jumlah guru di sekolah-sekolah itu harus ditambah, dibarengi dengan peningkatan mutunya,” tandasnya.

Dedi mengaku pihaknya sudah berkoordinasi dengan Anggota DPR RI, agar tenaga honorer yang sudah masuk data base semua diangkat jadi calon Pegawai Negeri Sipil, meskipun usia mereka sudah lebih dari 35 tahun, dengan masa kerja mereka yang harus jadi pertimbangan. ” Kami sudah berkoordinasi dengan Anggota DPR RI, supaya semua tenaga honorer yang sudah masuk data base, dan masa kerja, atau lamanya pengabdian mereka juga harus jadi pertimbangan, meski usianya sudah lebih dari 35 tahun. Begitu juga dengan honorer selain guru, kan masih banyak. Selanjutnya Pemerintah Daerah dilarang mengangkat lagi tenaga kerja kontrak, atau honorer,” tegasnya.

Ditanya soal Garut di bawah kepemimpinan Rudy Gunawan dan dr. Helmi Budiman, Dedi menilai ada kemajuan.” Saya kira Garut di bawah kepemimpinan Pak Rudy dan Pak Helmi cukup maju. Kita harus akui keberhasilan pembangunan infrastruktur di Garut ini. Kalaupun ada kekurangan, itu hal yang wajar dan mari kita perbaiki bersama,” imbuhnya.

Dedi mengajak masyarakat untuk memberikan masukan yang konstruktif terhadap pemerintahan yang tengah menjalankan tugasnya. ” Di alam demokrasi, mengkritisi kebijakan pemerintah itu hal yang wajar dan boleh saja. Kalau ada kesalahan kita perbaiki, kalau ada keberhasilannya kita harus apresiasi. Yang tidak boleh itu memfitnah,” tegasnya.

Ke depan tambah DHB, siapapun yang terpilih menjadi Bupati Garut, harus mampu menciptakan iklim investasi yang nyaman, terutama untuk investasi yang menyerap tenaga kerja. Sebab dengan begitu, investor akan merasa aman dan nyaman, dan efeknya akan meningkatkan daya beli masyarakat akan meningkat, sehingga ekonomi masyarakat akan berkembang dengan baik. ***Jay.